iklan responsive
Selain karena pahalanya yang berlipat 27 derajat, sebagian imam madzhab tertentu bahkan mewajibkan hukumnya untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid bagi setiap laki-laki dari umat Islam.
Sebab dengan berjamaah itulah kita bisa dengan sederhana mengetahui kekuatan umat Islam. Karena salah satu sederhana menilai kuat tidaknya barisan kaum muslimin, adalah dari jumlah shaf shalat berjamaahnya ketika di masjid.
Sampai-sampai ada ungkapan: Tidaklah akan sampai pada kejayaan agama ini, bila barisan subuhnya belum mampu menyamai jumlah shaf di jum’atnya.
Meski mengandung begitu banyak keutamaan, namun bukan berarti kita terbebas dari kewajiban untuk memperhatikan segala ketentuannya.
Rasulullah sebagai dasar agama Islam sendiri teramat ketat jika berkenaan dengan persoalan shalat wajib. Hingga pernah beliau melihat seorang sahabat shalat, kemudian disuruh mengulangi kembali shalatnya hingga tiga kali.
Sahabat itu pun menyerah sebab ia tidak mampu lagi shalat lebih baik dari yang sudah dilakukannya. Kemudian Rasulullah mengajarkan, dan turunlah perintah untuk mengerjakan shalat sebagaimana Rasulullah mengerjakannya.
Termasuk pada perkara yang satu ini, kejadian yang mungkin banyak dilakukan oleh orang-orang disekitar. Atau mungkin bahkan oleh diri kita sendiri. Ketika shalat berjamaah, tentu terdiri dari imam dan makmum.
Imam memiliki tanggungjawab besar memimpin shalat, menanggung seluruh aspek. Makmum diberikan tugas mengikuti imam, mengerjakan apa-apa yang dikerjakan imam.
Di saat menjadi makmum, tentu tugas kita mengerjakan apa-apa yang diperintahkan oleh imam. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Dawud dalam riwayatnya,
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan kalian jangan bertakbir sampai ia bertakbir. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah, dan kalian jangan ruku’ sampai ia ruku’. Apabila ia mengatakan “sami’allahu liman hamidah”, maka katakanlah “Rabbana walakal hamdu”. Apabila ia sujud, maka sujudlah, dan kalian jangan sujud sampai ia sujud.”
Tugas makmum adaalah mengikuti gerakan imam. Tidak diperbolehkan bagi seorang makmum untuk bergerak atau mengerjakan sesuatu mendahului imam.
Jika demikian, maka apa fungsi dan peran imam sebagai pemimpin? Bukankah ia ditunjuk untuk memimpin gerakan shalat kita? Meski sesungguhnya kita sudah menghafal dengan gerakan shalat semuanya.
Terkadang ada sebagian manusia, entah dengan alasan apa, mungkin karena merasa sudah lincah dan sangat hapal gerakannya, bergerak sebelum imam selesai bergerak.
Bahkan ada yang sangat-sangat mendahului imam. Imam belum sujud, kepalanya sudah tersungkur ke lantai. Imam belum bangkit, ia sudah sempurna duduknya.
Imam belum berdiri, ia sudah tegak tubuhnya. Entah karena apa ia berbuat demikian, apa mungkin karena tidak biasa jadi makmum? Atau tidak bersedia untuk dipimpin seorang imam?
Perilaku yang demikian ternyata bukan hanya terjadi pada umat masa kini, sejak jaman Rasulullah pun sudah pernah dilakukan. Tertuang sebuah kisah dalam riwayat Imam Muslim, dari Anas radiallahu ‘anhu,
“Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat. Ketika telah selesai shalat, beliau menghadap kami dengan wajahnya, lalu berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dengan ruku’, sujud, berdiri atau selesai”.
Dalam hadist yang berbeda, Imam Muslim meriwayatkan, “Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai)”.
Naudzubillah min dzalik. Mulai sekarang mari perbaiki sholat kita. Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat dan bermanfaat
Sumber : islampopular.com
ikalan saiz 250
JOM DERMA IKHLAS KE :
loading...
0 Response to "Astaghfirullah, Rajin Sholat Berjama’ah, Tapi Kepalanya Jadi Keldai di Akhirat Nanti. Ternyata Ini Penyebabnya"
Post a Comment